Yang lama belum tentu sudah tidak baik, bahkan akan jauh lebih bermanfaat bila kita dapat lebih mendalami. Saat ini semua serba instan, dari makanan, barang barang kebutuhan sehari hari, mainan bahkan pola pikir juga instan. Dulu ketika masih kecil aku ingat, permainan cukup terbatas, tapi sekarang mulai dari PS komputer atau telepon genggam menjadi mainan anak anak. Ada yang terlupakan dalam kesederhanaan dan keterbatasan justru menggugah kita untuk berkreasi, yang pada akhirnya membentuk pola pikir yang kreatif juga.
Boleh jadi saat ini anak anak bermain perahu dengan penggerak baterai sehingga sekali klik perahu akan berjalan bahkan dengan suara yang mendekati sama dengan perahu sesungguhnya. Mainan bukan sekedar alat mainan bisa jadi sebagai miniatur dari barang barang aslinya.
Anak anak Negara dengan keterbatasannya tak mau kalah bahkan dengan daya imajinasi dan kreatifitas tinggi mereka menikmati perahu mainannya. Cukup sederhana terbuat dari pelepah ilung (eceng gondok) yang dibuang daunnya lalu dipotong potong sesuai dengan ukurannya. Sebagai penyambungnya digunakan potongan lidi.
Tak perlu pelampung khusus karena batang ilung dapat terapung. Untuk menjalankannya tak perlu baterai atau motor lainnya cukup seutas tali lalu ditarik .
Dengan daya imajinasinya mereka mencoba mempolakan perahu seperti aslinya yang mereka lihat setiap saat melintas di sungai Negara (Sungai Bahan). Bentuknya bisa beragam mulai dari yang kecil seperti jukung, ada yang agak besar dan diberi atap seperti klotok, ada juga yang dibentuk seperti kapal pesiar atau bahkan long boat penganggkut tongkang tongkang kecil.
Kreatifitas mereka juga memberi inspirasi agar terlihat seperti aslinya ada yang diberi dian kecil sehingga tampak berasap seolah olah asap yang keluar dari mesin penggerak perahu.
Tanpa disadari anak anak telah terbiasa dengan berpikir pola dan mencipta. Saat ini mereka membuat perahunya dari pelapah ilung tapi suatu saat mereka akan membuat yang sesungguhnya.
Namun sayang insinyur insinyur kecil kita saat ini semakin menipis, mereka termakan oleh tehnologi yang serba instan. Mereka saat ini dididik untuk menjadi penikmat bukan pembuat. Hasil cipta karsa dan rasa mereka terbelenggu oleh kondisi parahnya terkadang yang mengukung adalah sistem yang dibikin oleh pengambil kebijakan. Akhirnya mereka dijejali dengan teori teori yang sering kali tak dipahaminya lalu diujikan dengan kata kata standarisasi.
Ketika standarisasi itu diujikan serempak, sang gembalanya tidak lagi menjadi yang digugu dan ditiru. Gengsi lebih mengalahkan kepribadian, kelulusan dijadikan tolak ukur dengan mengabaikan cara cara yang ditempuh. Apalagi tekanan tekanan dari instansi naungannya yang tak mau mengerti dengan kondisi, kemampuan dan banyak aspek yang tentunya hanya pembimbingnya yang tau.
Permainan permainan kapal dari ilung mulai dilupakan tergantikan dengan konsep konsep teoritis. Permainan permainan kapal dari ilung mulai tergantikan oleh mainan instan, hanya ikan yang diberikan kepada insinyur insinyur kecil kita mereka tak tahu kailnya dimana. Ketika saatnya itu dicuri oleh orang lain baru merasa kebakaran jenggot. Ketika populasi ikan mulai menipis kriminal merebak. Jangan salahkan mereka karena mereka dididik untuk menyuap bukan memancing. Mereka hanya tahu kata lulus tanpa malu baju yang dikenakan baju baju gurunya dibalik layar.
Mantap !!
BalasHapus