Jumat, 13 Mei 2011

Perkawinan Negara


Tulisan ini dimaksudkan sebagai adat perkawinan yang dilakukan masyarakat Negara (Daha). Untuk menuju ke proses perkawinan harus melalui beberapa tahapan, sebagaimana umumnya masyarakat Banjar yang merupakan masyarakat asli Kalimantan Selatan.
Proses itu diawali dengan batunangan yaitu ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing masing untuk mencalonkan  kedua anak mereka kelak sebagai suami istri. Biasanya batunangan hanya diketahui oleh kedua orang tua saja apabila masing masing mempunyai anak yang telah melalui masa aqil baliq bahkan ada yang dilakukan sejak masih kecil. Dari kebiasaan inilah maka banyak pasangan pasangan muda di Negara, namun seiring perubahan jaman kebiasaan itu sudah mulai terkikis apalagi dengan kesadaran arti pendidikan dikalangan orang tua sehingga sekolah anak mulai mendapat tempat sebagai sekala prioritas.
Sisi positif dari batunangan mampu mengurangi angka “pacaran” karena masing masing pemuda dan pemudi sudah mempunyai calon pendamping hidupnya, bahkan dahulu orang Negara tidak mengenal istilah “pacaran”.
Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang panjang, karena harus melalui beberapa proses seperti betatakunan artinya upacara lamaran, babayuan atau dalam istilah lain bapatut jujuran artinya kesepakatan jujuran atau pertalian antar kedua belah pihak, maatar jujuran atau maatar petalian  yaitu proses mengantar jujuran atau pertalian, dan bakakawinan adalah resepsi pelaksanaan upacara perkawinan.
Sebagaimana orang melayu semua proses banyak dihiasi dengan pantun pantun atau musik tradisional atau madihin.
Pihak perempuan sifatnya menunggu, jadi dari pihak laki lakilah yang proaktif  betatakunan mulai mencari informasi tentang gadis yang dimaksud mulai dari bibit, bebet dan bobotnya, termasuk apakah sang gadis sudah ada ikatan atau belum dengan pihak lain. Bila dirasa cukup sesuai maka dikirim utusan untuk melamar. Biasanya terjadi perang pantun, jadi sang utusan disamping bijak, juga harus seorang diplomatic handal yang dapat menjadi “orang tua” sehingga lamarannya diterima.
Apabila terjadi kesepakatan maka proses selanjutnya adalah babayuan  atau bapatut jujuran. Pada proses ini pihak laki laki mengirim utusan untuk membicarakan mas kawinnya, juga perhitungan perhitungan pelaksanaan perkawinan nantinya. Karena mengemban tugas yang cukup berat, maka sang utusan tidak sekedar mempunyai persyaratan diatas, tetapi juga ahli hitung. Kebijakannya harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi, status social, pendidikan dan lainnya yang menjadi frame of experience sang calon pengantin.. Terlepas dari besar kecilnya mas kawin umumnya untuk membekali pasangan baru nantinya disyaratkan seisi kamar maksudnya ranjang, almari serta buffet perias. Namun semua berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Setelah terjadi kesepakatan dilanjutkan dengan maatar jujuran atau maatar petalian.  Kegiatan yang umumnya dilaksanakan oleh ibu ibu ini dimaksudkan untuk mengantarkan mas kawin yang telah disepakati sebagai ikatan bahwa kedua belah pihak akan melaksanakan perkawinan. Pada acara ini sekaligus ditentukan waktu resepsinya.
Sebagai acara puncak adalah bakakawinan atau resepsi perkawinannya. Pada acara ini cukup simple dan tidak banyak seremonial seperti di jawa, intinya untuk memperkenalkan dan mengumumkan pada tamu pada hari itu telah resmi pasangan yang melaksankan perkawinan. Biasanya hidangan dihidangkan secara prasmanan, tamu datang langsung makan selanjutnya memberi ucapan selamat kepada pengantin, lalu pulang. Jadi yang datang tidak ditentukan jamnya, mereka dapat datang secara bergantian pada hari itu. Pelaksanaannya biasanya di bulan maulid dan bulan haji. @

Tidak ada komentar:

Posting Komentar