Kamis, 07 April 2011

PIP HABIRAU

 Pondok Pesantren Pendidikan Islam Parigi lebih dikenal dengan PIP terletak di desa Habiarau Tengah Daha Selatan. Keberadaannya membawa warna tersendiri bagi masyarakat setempat, terutama bidang pendidikan dan budaya.
Yayasan PIP menyelenggarakan pendidikan mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ), Raudhatul Adfal ( RA ) atau TK, Ibtidaiyah, Tsanawiwah. Aliyah. Madrasatul Wustha, Madrasatul Ulya, Tahasus dan Tahfidhul Qur'an. Disamping juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa paket B dan paket C. Dan yang luar biasa setiap hari Rabu sore diselenggarakan majelis ta'lim yang mendatangkan kyai, tuan guru bahkan habaib. Majelis ta'lim ini disiarkan langsung melalui televisi kabel  milik pesantren ke desa desa sekitarnya. Tak heran pengunjungnya selalu melimpah baik masyarakat sekitar Negara atau kota kota lain.

 Pesantren ini sudah dirintis pendiriannya sejak tahun 1963 di anak desa Parigi, saat ini bernama Habirau Tengah oleh H Syamsuni bin H Ajat ( H Darjat ) bin H Abdul Rasyid, Sebagai pelopornya Al Mukarram KH Yahya bin H Asnawi, dengan mengadakan pengajian dari rumah ke rumah.
Beliau juga mengajar membaca dan menulis huruf Al qur'an di rumah, yang selanjutnya rumah tersebut menjadi cikal bakal berdirinya pesantren ini. Seiring bertambahnya santri yang belajar maka pelajarannya juga ditambah mulai dari sharaf, nahwu, fiqh dan tauhid dengan menggunakan risalah risalah kecil sebagai kitabnya, susunan KH Kasyful Anwar yang digunakan di Madrasah Daarussalam Martapura. Memang Pesantren ini berkiblat ke pesantren Daarussalam karena KH Syamsuni adalah alumnus pondok pesantren Daarussalam.

Sebagai sentral dari komplek pendidikan ini adalah masjid besar Al Ihya yang pembangunannya renovasinya sampai saat ini belum selesai. Masjid dua lantai ini sudah menelan biaya hampir 10 M yang didapat dari bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat.
Saat ini tokoh kharismatik pendiri Pondok Pesantren ini telah kembali ke Rahmatullah satu tahun yang lalu, dan dimakamkan di pemakaman keluarga di lingkungan komplek pondok pesantren. Namun demikian tidak menyurutkan proses pembelajaran. Bahkan pembelajaran bahasa arab mulai diintensifkan dengan pembelajaran muhadharah, untuk melatih pidato, membaca berita, mc dan pengembangan kesenian islami lainnya

4 komentar:

  1. Terimakasih atas postingannya dan sepenggal kisah tentang KH Yahya bin H Asnawi. Beliau adalah kakek buyut saya. Saya Muhammad Al Hudari bin H. Hifni bin H. Aini bin H. Yahya bin H. Asnawi.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, moga manfaat dan bisa di share agar masyarakat negara mengetahui tuan gurunya

    BalasHapus