Rabu, 20 April 2011

Elnino atau ulah manusia

Dua tahun sudah di Negara belum pernah merasakan kemarau, bahkan banjir sudah dua kali. Kasihan masyarakat tidak bisa behuma (ke ladang) jadi dua tahun sudah belum pernah ada panen lagi. Sungai yang dulu bersih kini setiap sore dipenuhi ajakan (sampah berupa ilung atau rumput yang larut). Tadi aku berfikir inilah penyebab utama banjir karena dimuara ajakan terkumpul dan menyumbat aliran sungai, ternyata bukan sekedar itu saja banyak faktor yang mempengaruhi.
Para pakar mengatakan perubahan musim ini merupakan gejala alam akibat pemanasan global yang mengakibatkan elnino. Elnino sendiri istilah yang diambil dari bahasa spanyol artinya anak laki laki, lalu diartikan  sebagai gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan samudra Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi dari pada rata rata normalnya.Akibatnya mempengaruhi iklim dunia karena permukaan laut cenderung naik.
Bila memang dampak dari gejala alam elnino, berarti banjir akan terjadi secara berkala sekitar 4 atau 5 tahun. Banjir kali ini lebih tinggi dari biasanya dan air pasang tak putus sehingga hampir tak ada lagi kemarau. Apakah ada kecenderungan lain selain gejala alam elnino ? Memang Negara merupakan wilayah terendah di Hulu Sungai Selatan sehingga air dari beberapa sungai sebelum mencapai muara melalui Negara. Apabila di hulunya tidak ada penghalang atau penyerap air maka turunnya ke Negara. Eksploitasi hutan menjadi faktor dominan dalam hal ini, diperparah dengan pengerukan tambang sehingga air laksana ditumpahkan dari atas dan dapat dipastikan Negara yang mempunyai dataran terendah yang menanggung dari eksploitasi hutan dan penggerukan tambang batu bara tanpa sedikitpun menikmati hasil bahkan hanya bencana.
Ada filosofi menarik ketika Sunan Kali Jaga yang ketika itu masih menjadi bajingan hendak merampok Sunan Bonang karena Sunan Bonang memakai Bakiak yang ada emasnya. Tapi kata Sunan Bonang yang mengkilap dibawah tak seberapa bila dibanding dengan emas yang diatas. Sembari bicara demikian Sunan Bonang menunjuk satu pohon seperti kelapa tapi buahnya kecil kecil. Buah yang tampak seperti emas berkilau itu membuat Sunan Kali Jaga kagum, ketika pandangannya kembali ke Sunan Bonang yang bersangkutan sudah tak ada. Sunan Kali Jaga kembali memandang ke satu pohon itu lagi tapi juga tak ada. Sunan Kali Jaga mencari sambil berucap " Endhi sak wit mau " ( mana satu pohon tadi }. Karena seringnya terucap lalu pohon itu disebut sakwit {satu Pohon. Sekarang dikenal sawit.
Sunan Bonang telah memberi pelajaran untuk lebih mengutamakan tanaman yang ke atas dari pada mengeruk yang kemilau di bawah. Sumber Daya Alam yang dapat diperbarui seharusnya mendapat perhatian lebih khusus dari pada Sumber Daya Alam yang tak dapat diperbarui, terutama demi anak cucu.

2 komentar: